Banner 728x90px

Dinamika Perkembangan Bahasa Indonesia Dengan Penggunaan Bahasa Indonesia yang Kekinian


Total Kunjungan Anda:
Oleh : Intan Oktafiandari, S.Pd.

Di Era globalisasi yang telah berkembang saat ini telah menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk Bahasa, yaitu bahasa Indonesia. Indonesia sebagai Negara yang memiliki masyarakat multibahasa tentunya mengikuti dan akan terpengaruh oleh perkembangan globalisasi ini. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionalpun akan terkena dampaknya. Dilihat dari segi positifnya, masyarakat daerah yang awam terhadap bahasa Indonesia karena jarang penggunaannya akan berkurang. Akan tetapi bukan hanya bahasa Indonesia saja yang berkembang, melainkan bahasa asing juga akan semakin marak dipakai, bahkan akan muncul bahasa Indonesia yang tercampur dengan bahasa lain atau bahasa yang dewasa ini banyak digunakan masyarakat Indonesia, yakni bahasa alay/gaul/kekinian. Lahirnya bahasa alay itu tidak lepas dari perkembangan globalisasi dan kurangnya pemahaman serta kecintaan masyarakat Indonesia akan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan identitas bangsa. Bahasa yang semakin global dipakai oleh semua bangsa di dunia ialah Bahasa Inggris, yang pemakainya lebih dari satu miliar. Akan tetapi, sama halnya dengan bidang kehidupan lain, sebagaimana dikemukakan oleh Naisbit (1991) dalam bukunya "Global Paradox", akan terjadi paradoks-paradoks dalam berbagai komponen kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa Inggris, misalnya, walaupun pemakainya semakin besar sebagai bahasa kedua, masyarakat suatu Negara akan semakin kuat juga memertahankan bahasa ibunya. Seperti di Islandia, sebuah negara kecil di Eropa, yang jumlah penduduknya sekitar 250.000 orang, walaupun mereka dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, negara ini masih memertahankan kemurnian bahasa pertamanya dari pengaruh bahasa Inggris. Demikian juga di negara-negara pecahan Rusia seperti Ukraina, Lithuania, Estonia (yang memisahkan diri dari Rusia) telah menggantikan semua papan nama di negara tersebut yang selama itu menggunakan bahasa Rusia.

Bagaimana halnya dengan di Indonesia? Di Indonesia, fenomena yang sama pernah dilakukan dengan pengeluaran Surat Menteri Dalam Negeri kepada gubernur, bupati, dan walikota seluruh Indonesia Nomor 1021/SJ tanggal 16 Maret 1995 tentang Penertiban Penggunaan Bahasa Asing. Surat itu berisi instruksi agar papan-papan nama dunia usaha dan perdagangan di seluruh Indonesia yang menggunakan bahasa asing agar diubah menjadi bahasa Indonesia. Ketika awal pemberlakukan peraturan tersebut, tampak gencar dan bersemangat usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Pemda DKI Jakarta, misalnya, bekerja sama dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengadakan teguran-teguran lisan dan tertulis, bahkan turun ke lapangan mendatangi perusahaan-perusahaan yang papan namanya menggunakan bahasa Inggris atau mencampuradukkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan struktur bahasa Inggris. Misalnya, sebelumnya terpampang “Pondok Indah Mall”, “Ciputra Mall”, “Mestika Bank”, dan lain-lain, sekarang diubah menjadi “Mal Pondok Indah”, “Mal Ciputra”,“Bank Mestika”. Berbagai fenomena dan kenyataan ini akan semakin mendukung ke arah terjadinya suatu pertentangan (paradoks) dan arus tarik-menarik antara globalisasi dan lokalisasi. 

Bisa kita lihat dalam istilah gaul, banyak bahasa Indonesia yang digunakan kurang pada tempatnya, asal bunyi (asbun) dan terkesan kedengarannya keren. Ada kalanya menggunakan Bahasa Indonesia dicampur aduk dengan istilah-istilah asing supaya lebih nampak berpendidikan tinggi dan pintar. Lain pula di kalangan pelajar, pengunaan bahasa Indonesia sebagaimana mestinya dianggap kuno dan tidak gaul. Sebut saja misalnya kata "kamu, saya" kini diubah menjadi "loe, gue". Seakan bahasa mengantar mereka pada penghargaan yang tinggi. Penggemar televisi ada baiknya mengkritisi bagaimana bahasa yang sering digunakan artis-artis kesayangan terutama di sinema-sinema elektronik (sinetron). Sinema-sinema demikian mulai dari cerita sedih, perselingkuhan, perebutan, religi dan sebagainya masih tontotan atau andalan utama kebanyakan televisi swasta di Indonesia. Namun yang sangat disayangkan, ketika televisi menjadi sumber-sumber lahirnya kekacauan bahasa anak-anak generasi saat ini, artis yang memiliki latar belakang publik figur banyak menggunakan bahasa gaul, bahasa baru yang kurang memiliki keterkaitannya. Hal ini disebabkan televisi di negeri kita lebih mengutamakan popularitas dan rating yang tinggi.

Oleh karena itu, kita selayaknya sebagai warga Negara Indonesia tetap melestarikan serta menggunakan Bahasa Indonesia. Menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan KKBI maupun Ejaan Yang disempurnakan (EYD) dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa harus melupakan maupun menghilangkan Bahasa Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Web SMKMuhberbah.com menggunakan dofollow, untuk memberikan apresiasi sedikit backlink kepada yang mau sudi mampir dan berkomentar.
Namun kami tidak menerima komentar berupa spam sehingga kami memoderasi setiap komentar, dan akan kami menghapus selamanya setiap komentar dengan link hidup.
Terima kasih